Saya dan suami kerap bertukar cerita masa kecil. Misalnya saja cerita tentang sesuatu yang gemar kami lakukan tempo dulu. Beberapa waktu lalu suami cerita pengalaman dia bersama teman-temannya mendaki Gunung Lawu saat masih SMP. Dia tunjukkin fotonya, lho. Hahaha, saya diminta menebak, foto dia tuh yang mana. Ketebak sih, meski dia saat SMP masih kurus. Banyak sih cerita masa kecil lainnya.
Apalagi menjelang lebaran seperti ini. Kenangan masa kecil kerap menari-nari di pelupuk mata. Suasana kebersamaan keluarga saat sahur dan berbuka di meja makan. Maupun sendau gurau dengan teman saat berangkat ke masjid untuk tarawih maupun subuhan. Masa-masa yang nggak mungkin terulang namun tetap terkenang.
Hal lain yang jadi bahan obrolan kami adalah soal makanan yang suka bikin kangen kampung halaman. Ada banyak makanan tapi makananya sering berbeda. Ya, karena kami berasal dari daerah yang berbeda. Suami orang Surabaya, sementara saya berasal dari Banyumas.
Namun, kalau soal camilan tradisional renyah yang dulu kerap kami nikmati, ada kesamaan.
Bukan camilan mewah, tapi camilan ini menemani kami tumbuh. Bahkan di momen-momen spesial, seperti lebaran, camilan ini selalu hadir untuk tetamu. Zaman saya kecil mah, keluarga belum kenal kue lebaran moderen semacam, nastar, kastangel, putri salju ataupun lainnya. Masih serba tradisional pokoknya.
Meskipun terkesan jadul kami berdua kerap kangen makan camilan tradisional renyah itu. Mudik, adalah kesempatan untuk bisa menikmati camilan tersebut. Sekaligus membawanya sebagai oleh-oleh ketika pulang kembali ke rumah. Ada banyak camilan sebetulnya tapi kali ini saya mau cerita tiga aja. Apa saja camilan itu?
Ini Lho 3 Camilan Tradisional Jadul Tapi Ngangenin
1. Rengginang
Siapa sih, yang nggak tahu rengginang. Saya yakin banyak yang tahu camilan yang kriuk-kriuk ini.
Simbah saya dulu suka banget menggoreng rengginang hingga berkaleng-kaleng. Bukan toples, ya. Pasti tahu deh, kaleng yang dimaksud. Hahaha, iya kaleng biskuit yang fenomenal itu. Rengginang dan kaleng biskuit kala itu memang bagai sejoli. Tak terpisahkan.
Camilan tradisional renyah yang satu ini terbuat dari beras ketan yang diberi bumbu. Beras ketan itu diaron, dibumbuin, dicetak dan dijemur hingga kering. Setelah itu bisa digoreng, deh.
Oh ya, kalau di rumah orangtua, rengginang mentah biasanya dibeli di pasar. Trus, kami goreng sendiri. Berbeda dengan kebiasaan di rumah suami. Ibu mertua kerap membuat rengginang sendiri. Rajin banget.
Saya suka rengginang buatan ibu mertua karena gurihnya tuh alami. Rengginang buatan ibu mertua selalu diberi campuran udang. Duh, kebayang kan, gurihnya kek mana. Nggak hanya saya yang suka. Anak-anak pun suka banget rengginang buatan neneknya. Kata mereka, rengginang nenek gurihnya mantap. Iyalah, dicampur udang asli.
Jadilah, kalau kami mudik ke Surabaya, oleh-oleh yang dibawa balik pasti rengginang. Biasanya bawa satu kardus sendiri itu rengginang. Biar puas makannya di rumah.
2. Kembang Goyang
Camilan kedua bentuknya cantik kek kembang gitu. Cara bikinnya juga digoyang-goyang di atas minyak panas. Makanya dinamakan kembang goyang.
Kalau di kampung saya camilan tradisional renyah yang satu ini kerap muncul saat orang punya hajat. Selain disajikan untuk tamu yang datang, kembang goyang juga dibawakan sebagai buah tangan para tamu.
Kembang goyang terbuat dari tepung beras, gula pasir, santan dan telur. Bisa berbentuk kembang karena saat menggoreng dicetak pakai cetakan berbentuk bunga gitu. Rasanya jadi gurih dan manis. Makan satu nggak akan cukup. Pasti ambil lagi karena rasanya bikin nagih.
3. Kuping Gajah
Entah mengapa, camilan tradisional renyah yang ini disebut kuping gajah alias telinga gajah. Apakah dari bentuknya? Atau dari apanya ya?
Entahlah, sejak dulu saya belum pernah mendapatkan jawaban asal mula nama camilan kriuk nan manis ini.
Camilan satu ini dulu dijual kiloan. Dikemas dalam plastik besar dan panjang. Kalau ada orang mau beli, baru ditimbangkan dan dibungkus. Kok tahu? Iya, karena kuping gajah dijual di warung kelontong ibu saya. Jadi pemandangan ibu menimbang kuping gajah ketika ada pembeli itu biasa saya saksikan.
Camilan berbentuk oval atau bulat, tipis dan bermotif garis ini ada dua rasa. Rasa original biasanya berwarna putih dengan motif garis warna coklat. Rasa yang satunya adalah coklat. Biasanya warna coklat bermotif garis putih.
Entah siapa penemu camilan yang satu ini. Saya salut padanya, karena bisa membuat camilan yang rasanya enak, dan juga cantik untuk dilihat.
Kebiasaan Memberi Buah Tangan Camilan Tradisional Renyah Untuk Tetangga Selepas Mudik
Saya sudah merantau, hidup terpisah jarak dengan orangtua selama kurang lebih 16 tahun. Dimulai dengan tinggal di Cimahi, kemudian setelah menikah diboyong oleh suami ke Palembang. Setelah itu berlanjut ke Indralaya di kabupaten Ogan Ilir. Sekarang ini masih merantau di Karanganyar.
Nasihat yang senantiasa diulang-ulang oleh orangtua adalah mengenai tetangga.
"Tetanggamu itu saudaramu di perantauan. Jadi, baik-baiklah berhubungan dengan mereka."
Begitu, kata orangtua kami. Memang benar, saat kami butuh pertolongan, tetanggalah yang pertama akan menolong. Bukan orangtua maupun saudara di kampung halaman.
Salah satu yang kami lakukan untuk menjaga hubungan baik adalah membawakan buah tangan dari kampung halaman selepas mudik. Mungkin tak banyak yang kami beri. Tapi, itu tulus sebagai tanda persaudaraan.
Tetangga pun demikian juga. Ketika mereka bepergian keluar kota. Pulangnya pasti kami akan dapat oleh-oleh.
Nah supaya praktis, buah tangan untuk tetangga kami bungkus pakai plastik satu-satu.
Untuk keperluan tersebut kami pakai plastik PP Wayang. Plastik bening dan berkualitas produksi PT. Panca Budi telah diakui secara luas. Yang terpenting buat umat muslim seperti kami adalah plastik PP Wayang ini telah bersertifikat halal MUI. Ini merupakan kantong plastik pertama di Indonesia yang dinyatakan halal secara resmi.
Selain itu plastik PP Wayang juga mendapatkan predikat sebagai Best Brand sejak tahun 2011-2018 sebagai produk pilihan masyarakat. Nggak mengherankan sih, karena plastik ini dibuat dari bahan berkualitas. Biji plastiknya 100% murni. Sehingga bersih dan aman digunakan untuk membungkus atau mengemas makanan. Yup, betul, plastik PP Wayang ini foodgrade.
Berbagai ragam makanan dan minuman bisa dikemas dengan plastik PP Wayang. Jajanan tradisonal, roti, kerupuk, keripik ataupun camilan tradisional renyah lainnya bisa dikemas dengan apik. Makanan dan minuman jadi aman dan higienis.
Selain itu plastik PP Wayang tebal. Jangan kawatir dengan daya tampungnya karena dibuat dua lapis, plastik ini kuat dan tidak mudah jebol. . Plastik PP Wayang diproduksi secara terstandar. Makanya plastik ini telah memperoleh ISO 9001 yang merupakan sertifikasi manajemen produksi dan penjaminan kualitas produk.
Plastik PP Wayang juga mudah ditemui di warung, toko maupun pasar di sekitar kita. Jadi, sewaktu-waktu teman-teman membutuhkan kemasan plastik tak kesulitan mencari plastik PP Wayang.
Oh ya, sekarang ini plastik PP Wayang memiliki logo baru. Jika kemasan lama hanya memakai gambar wayang dalam sepotong kertas, kemasan baru sudah berbeda. Gambar wayang disablon diatas kemasan pembungkus. Wayang tersebut berdiri kokoh dengan latarbelakang gunungan warna merah. Di sampingnya ada hiasan motif batik berwarna keemasan. Penampilan logo baru itu lebih memikat.
Buah tangan untuk para tetangga pun bisa terkemas rapi dengan plastik PP Wayang.
Nah, itu dia cerita saya tentang camilan tradisional renyah yang kerap bikin kangen. Teman-teman punya kenangan dengan camilan masa kecil? Silahkan berbagi di kolom komentar, ya.
Salam,